latar belakang pendidikan

17.15 |

Pendidikan kewarganegaraan merupakan bagian atau usaha salah satu tujuan pendidikan IPS (Social Science Education) yaitu bahan pendidikannya diorganisir secara terpadu (integrated) dari berbagai disiplin ilmu­ilmu sosial, humaniora, dokumen negara, terutama Pancasila, UUD 1945, dan perundangan negara dengan tekanan bahan pendidikan pada hubungan warga negara dan yang berkenaan dengan bela negara. Pasal 39 UU No. 20 tahun 2003 menegaskan bahwa PKn merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara. Mata pelajaran PKn adalah program pendidikan yang berintikan demokrasi politik yang diperluas dengan sumber­sumber pengetahuan lainnya, pengaruh­pengaruh positif dari pendidikan sekolah, masyarakat dan orang tua, yang kesemuanya itu diproses guna melatih para siswa untuk berfikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup demokratis yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Sedangkan dalam Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional ditegaskan bahwa:
PKn (citizenship) merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukkan diri yang beragam dari segi agama, sosial­budaya, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. PKn mengarahkan perhatian pada moral yang diharapkan yang dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari­hari. Perilaku yang memancarkan iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung persatuan bangsa dalam masyarakat yang beraneka ragam kebudayaan dan kepentingan, perilaku yang mendukung
kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perorangan dan golongan. Sehingga perbedaan pemikiran, pendapat ataupun kepentingan di atasi melalui musyawarah dan mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pendidikan kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan hubungan antar warga negara dengan Negara serta pendidikan pengetahuan bela negara agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara. Tiga ciri khas yang dimiliki mata pelajaran PKn, yakni meliputi pengetahuan, keterampilan dan karakter kewarganegaraan. Ketiga hal tersebut merupakan bekal bagi peserta didik untuk meningkatkan kecerdasan multidimensional yang memadai untuk menjadi warga negara yang baik. Adapun isi dari pengetahuan (body of knowledge) dari mata pelajaran PKn diorganisasikan secara interdisipliner dari berbagai disiplin ilmu­ ilmu sosial seperti ilmu politik, hukum, tata negara, psikologi dan berbagai kajian lainnya yang berasal dari kemasyarakatan, nilai­nilai budi pekerti dan hak asasi manusia dengan penekanan kepada hubungan antar warga negara dan warga negara, warga negara dan pemerintah negara, serta warga negara dan warga dunia.

Read More

Hak asasi manusia

17.14 |

Hak asasi manusia (atau disingkat HAM) adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia dalam kandungan. HAM berlaku secara universal. Dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence of USA) dan tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1
Contoh HAM:
  1. Hak untuk hidup.
  2. Hak untuk bebas dari rasa takut.
  3. Hak untuk bekerja.
  4. Hak untuk mendapatkan pendidikan.
  5. Hak untuk mendapatkan persamaan di mata hukum.
  6. dan seterusnya.
contoh pelanggaran HAM :
  1. Penindasan dan membatasi hak rakyat dan oposisi dengan sewenang-wenang.
  2. Hukum (aturan dan/atau UU) diperlakukan tidak adil dan tidak manusiawi.
  3. Manipulatif dan membuat aturan pemilu sesuai dengan penguasa dan partai tiran/otoriter.
Read More

KASUS PELANGGARAN HAM YANG TERJADI DI MALUKU

17.12 |

Konflik dan kekerasan yang terjadi di Kepulauan Maluku sekarang telah berusia 2 tahun 5 bulan; untuk Maluku Utara 80% relatif aman, Maluku Tenggara 100% aman dan relatif stabil, sementara di kawasan Maluku Tengah (Pulau Ambon, Saparua, Haruku, Seram dan Buru) sampai saat ini masih belum aman dan khusus untuk Kota Ambon sangat sulit diprediksikan, beberapa waktu yang lalu sempat tenang tetapi sekitar 1 bulan yang lalu sampai sekarang telah terjadi aksi kekerasan lagi dengan modus yang baru ala ninja/penyusup yang melakukan operasinya di daerah – daerah perbatasan kawasan Islam dan Kristen (ada indikasi tentara dan masyarakat biasa).

Penyusup masuk ke wilayah perbatasan dan melakukan pembunuhan serta pembakaran rumah. Saat ini masyarakat telah membuat sistem pengamanan swadaya untuk wilayah pemukimannya dengan membuat barikade-barikade dan membuat aturan orang dapat masuk/keluar dibatasi sampai jam 20.00, suasana kota sampai saat ini masih tegang, juga masih terdengar suara tembakan atau bom di sekitar kota.

Akibat konflik/kekerasan ini tercatat 8000 orang tewas, sekitar 4000 orang luka – luka, ribuan rumah, perkantoran dan pasar dibakar, ratusan sekolah hancur serta terdapat 692.000 jiwa sebagai korban konflik yang sekarang telah menjadi pengungsi di dalam/luar Maluku.

Masyarakat kini semakin tidak percaya dengan dengan upaya – upaya penyelesaian konflik yang dilakukan karena ketidak-seriusan dan tidak konsistennya pemerintah dalam upaya penyelesaian konflik, ada ketakutan di masyarakat akan diberlakukannya Daerah Operasi Militer di Ambon dan juga ada pemahaman bahwa umat Islam dan Kristen akan saling menyerang bila Darurat Sipil dicabut.

Banyak orang sudah putus asa, bingung dan trauma terhadap situasi dan kondisi yang terjadi di Ambon ditambah dengan ketidak-jelasan proses penyelesaian konflik serta ketegangan yang terjadi saat ini.

Komunikasi sosial masyarakat tidak jalan dengan baik, sehingga perasaan saling curiga antar kawasan terus ada dan selalu bisa dimanfaatkan oleh pihak ketiga yang menginginkan konmflik jalan terus. Perkembangan situasi dan kondisis yang terakhir tidak ada pihak yang menjelaskan kepada masyarakat tentang apa yang terjadi sehingga masyrakat mencari jawaban sendiri dan membuat antisipasi sendiri.

Wilayah pemukiman di Kota Ambon sudah terbagi 2 (Islam dan Kristen), masyarakat dalam melakukan aktifitasnya selalu dilakukan dilakukan dalam kawasannya hal ini terlihat pada aktifitas ekonomi seperti pasar sekarang dikenal dengan sebutan pasar kaget yaitu pasar yang muncul mendadak di suatu daerah yang dulunya bukan pasar hal ini sangat dipengaruhi oleh kebutuhan riil masyarakat; transportasi menggunakan jalur laut tetapi sekarang sering terjadi penembakan yang mengakibatkan korban luka dan tewas; serta jalur – jalur distribusi barang ini biasa dilakukan diperbatasan antara supir Islam dan Kristen tetapi sejak 1 bulan lalu sekarang tidak lagi juga sekarang sudah ada penguasa – penguasa ekonomi baru pasca konflik.

Pendidikan sangat sulit didapat oleh anak – anak korban langsung/tidak langsung dari konflik karena banyak diantara mereka sudah sulit untuk mengakses sekolah, masih dalam keadaan trauma, program Pendidikan Alternatif Maluku sangat tidak membantu proses perbaikan mental anak malah menimbulkan masalah baru di tingkat anak (beban belajar bertambah) selain itu masyarakat membuat penilaian negatif terhadap aktifitas NGO (PAM dilakukan oleh NGO).

Masyarakat Maluku sangat sulit mengakses pelayanan kesehatan, dokter dan obat – obatan tidak dapat mencukupi kebutuhan masyarakat dan harus diperoleh dengan harga yang mahal; puskesmas yang ada banyak yang tidak berfungsi.

Belum ada media informasi yang dianggap independent oleh kedua pihak, yang diberitakan oleh media cetak masih dominan berita untuk kepentingan kawasannya (sesuai lokasi media), ada media yang selama ini melakukan banyak provokasi tidak pernah ditindak oleh Penguasa Darurat Sipil Daerah (radio yang selama ini digunakan oleh Laskar Jihad (radio SPMM/Suara Pembaruan Muslim Maluku).
Read More

PENGERTIAN KEWARGANEGARAAN DAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

17.11 |

A. Pengertian Kewarganegaraan

Istilah kewarganegaraan memiliki arti keanggotaan yang menunjukkan hubungan atau ikatan antara negara dan warga negara. Kewarganegaraan diartikan segala jenis hubungan dengan suatu negara yang mengakibatkan adanya kewajiban negara itu untuk melindungi orang yang bersangkutan. Adapun menurut Undang-Undang Kewarganegaraan Republik Indonesia, kewarganegaraan adalah segala ikhwal yang berhubungan dengan negara.
Pengertian kewarganegaraan dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
a. Kewarganegaraan dalam arti yuridis dan sosiologis
- Kewarganegaraan dalam arti yuridis ditandai dengan adanya ikatan hukum anatara orang-orang dengan negara.
- Kewarganegaraan dalam arti sosiologis, tidak ditandai dengan ikatan hukum, tetapi ikatan emosionak, seperti ikartan perasaan, ikatan keturunan, ikatan nasib, ikatan sejarah, dan ikatan tanah air.
b. Kewarganegaraan dalam arti formil dan materil.
- Kewarganegaraan dalam arti formil menunjukkan pada tempat kewarganegaraan. Dalam sistematika hukum, masalah kewarganegaraan berada pada hukum publik.
- Kewarganegaraan dalam arti materil menunjukkan pada akibat hukum dari status kewarganegaraan, yaitu adanya hak dan kewajiban warga negara.

B. Pendidikan Kewarganegaraan

Hakikat pendidikan kewarganegaraan adalah upaya sadar dan terencana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara dengan menumbuhkan jati diri dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam bela negara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan negara.
Tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah mewujudkan warga negara sadar bela negara berlandaskan pemahaman politik kebangsaan, dan kepekaan mengembangkan jati diri dan moral bangsa dalam perikehidupan bangsa.
• Standar isi pendidikan kewarganegaraan adalah pengembangan :
1. nilai-nilai cinta tanah air;
2. kesadaran berbangsa dan bernegara;
3. keyakinan terhadap Pancasila sebagai ideologi negara;
4. nilai-nilai demokrasi, hak asasi manusia dan lingkungan hidup;
5. kerelaan berkorban untuk masyarakat, bangsa, dan negara, serta
6. kemampuan awal bela negara.
• Pengembangan standar isi pendidikan kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijabarkan dalam rambu-rambu materi pendidikan kewarganegaraan.
• Rambu-rambu materi pendidikan kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi materi dan kegiatan bersifat fisik dan nonfisik.
• Pengembangan rambu-rambu materi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri sesuai lingkup penyelenggara pendidikan kewarganegaraan.
Read More